Lorem Ipsum

Kamis, 30 Desember 2010 | By: EurikA AlfianA

Keragaman Dalam Pemahaman Teks Agama

 

Pendahuluan

Perbedaan pendapat dalam segala aspek kehidupan manusia merupakan satu fenomena yang telah lahir dan akan berkelanjutan sepanjang sejarah kemanusiaan. Tidak terkecuali pada ummat Islam. Perbedaan sudah terjadi sejak masa Rasulullah SAW, walaupun tidak meruncing. Itu disebabkan karena para Sahabat dapat menerima dengan penuh kesadaran keputusan- keputusan Nabi, disamping juga tidak jarang dalam masalah-masalah keagamaan, Nabi membenarkan pihak-pihak yang berbeda. Ketika Nabi mengirim pasukan untuk menaklukkan Bani Quraidlah, beliau berpesan "jangan sampai ada yang shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidlah". Setelah pasukan berangkat dan di tengah perjalanan masuk waktu shalat Ashar, maka mereka berbeda pendapat menyangkut pelaksanaan shalat. Sebagian lalu melakukan shalat di tengah perjalanan, dan sebagian yang lain melaksanakannya di perkampungan Bani Quraidlah, walaupun telah lewat waktu. Setelah mereka kembali ke Madinah dan melaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah, maka beliau membenarkan kedua belah pihak yang berbeda memahami sabdanya tersebut.
Dalam kasus yang lain, Sahabat Umar berbeda pendapat dengan Hisyam dalam hal membaca Al-Qur'an. Waktu itu Hisyam sedang melaksanakan shalat di masjid dengan bacaan yang keras, dan didengar oleh Umar ibn al-Khaththab. Menurut Umar bacaan Hisyam berbeda dengan bacaan yang diajarkan Nabi kepadanya. Maka Umar mengadukan Hisyam kepada Nabi. Nabi memerintahkan kepada Hisyam untuk mengulangi bacaannya, dan setelah selesai Nabi berkomentar "demikianlah Al-Qur'an diturunkan". Nabi lalu menyuruh Umar membaca ayat yang sama, dan setelah selesai dibaca, Nabi lalu berkomentar "demikian itu Al-Qur'an diturunkan". Sambung Nabi "sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan atas tujuh bacaan, oleh sebab itu bacalah yang mudah bagimu".
Perbedaan pendapat antara kaum muslim dalam soal-soal keagamaan mulai menonjol pada abad kedua Hijri. Namun perbedaan ini pun tidak menyangkut prinsip-prinsip agama (ushul al-din), karena perbedaan tersebut tidak menyangkut hal-hal seperti keesaan Tuhan, kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, atau kepastian Hari Kiyamat. Yang mereka perselisihkan hanyalah kedudukan sifat-sifat Tuhan, kesucian Nabi Muhammad SAW (apakah sebelum atau sesudah pengangkatannya sebagai Nabi).
Sebab Perbedaan Pendapat
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa redaksi ayat-ayat Al-Qur'an merupakan salah satu penyebab timbulnya perbedaan pendapat di kalangan ummat, apalagi ada ayat-ayat mutasyabih, yang bukan hanya artinya diperselisihkan, tetapi juga penetapan ayat-ayatnya.
Tidak keliru pula jika dikatakan bahwa Rasulullah SAW sering mentoleransi perbedaan-perbedaan tersebut, bahkan mentoleransi perbedaan-perbedaan pemahaman para Sahabat menyangkut ucapan-ucapan beliau.
Memang, tidak ada yang dapat memastikan maksud atau arti sebenarnya satu kata atau kalimat yang diucapkan, atau ditulis oleh seseorang, kecuali pembicara itu sendiri. Pengertian yang dipahami oleh pendengar atau pembaca bersifat relatif. Ini disebabkan karena pemahaman-pemahaman masing-masing berkaitan dengan banyak faktor yang mungkin berbeda antara seseorang dengan lainnya. Faktor tersebut dikemukakan oleh al-Syatibi sebagai berikut :
1.      riwayat-riwayat kebahasaan
2.      riwayat yang berkaitan dengan gramatika (nahw)
3.      riwayat yang berkaitan dengan perubahan kata (sharf)
4.      redaksi yang dimaksud bukan kata bertimbal / ambigu / musytarak
5.      redaksi yang dimaksud bukan kata metaforis / majaz
6.      tidak mengandung peralihan makna, atau
7.      sisipan / idlmat, atau
8.      pendahuluan atau pengakhiran / taqdim wa ta'khir, atau
9.      pembatalan hukum (naskh), dan
10.  tidak mengandung penolakan yang logis ('adam al-mu'arid al-'Aqliy).
Tiga yang pertama kesemuanya bersifat dhanni, karena riwayat-riwayat yang menyangkut hal-hal tersebut kesemuanya ahad. Tujuh sisanya hanya dapat diketahui melalui al-istiqra' al-tam (metode induksi yang sempurna), dan hal ini mustahil. Yang dapat dilakukan hanyalah istiqra' al-naqish (metode induktif yang tidak sempurna), dan ini tidak menghasilkan kepastian. Dengan kata lain, yang dihasilkan adalah sesuatu yang bersifat dhanni.
Menurut al-Syatibi, "kepastian makna " (qath'i al-dalalah) suatu nash (teks) muncul dari sekumpulan dalil dhanni yang kesemuanya mengandung kemungkinan makna yang sama. Terhimpunnya makna yang sama dari dalil-dalil yang beraneka ragam itu memberikan "kekuatan" tersendiri. Ini pada akhirnya berbeda dari keadaan masing-masing dalil tersebut ketika berdiri sendiri. Kekuatan dari himpunan tersebut menjadikannya tidak bersifat dhanni lagi. Ia telah meningkat menjadi semacam mutawatir maknawi, dan dengan demikian dinamailah ia sebagai qath'i al-dalalah.
Rumusan-rumusan hukum yang dihasilkan oleh para mujtahid (ulama yang mampu berijtihad), dengan penuh keyakinan dan upaya yang optimal, itu adalah dhanni (interpretasi) di balik wahyu yang transenden, meski tidak mengurangi kepastiannya sebagai aturan untuk bertindak melakukan ajaran yang dikehendaki Tuhan. Tak aneh bila diantara para imam madzhab yang empat, yaitu Malik, Syafi'i, Hanafi, dan Ahmad ibn Hanbal, atau para mujtahid yang lain terdapat perbedaan dan perselisihan pendapat. Hal itu dikarenakan perbedaan metode, keragaman sumber, perbedaan penilaian hadis, kapasitas person, atau latar belakang sosial budaya yang mempengaruhinya. Dalam kitab "Bidayat al-Mujtahid" susunan Ibn Rusyd, dan kitab "al-Fiqh 'Ala al-Madzahib al-Arba'ah" susunan al-Jaziri, dapat dilihat rekaman perselisihan pendapat diantara para imam mujtahid dengan berbagai cara dan argumentasi masing-masing.
Jika dilihat dari segi syarat penafsir, khusus bagi penafsiran yang mendalam dan menyeluruh, ditemukan banyak syarat. Secara umum dan pokok dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.      Pengetahuan tentang bahasa Arab dalam berbagai bidangnya
b.      Pengetahuan tentang ilmu-ilmu Al-Qur'an, sejarah turunnya, hadis-hadis Nabi, dan ushul fiqh
c.       Pengetahuan tentang prinsip-prinsip pokok keagamaan
d.     Pengetahuan tentang disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.
Inilah sebab-sebab yang melatarbelakangi timbulnya keragaman pendapat dalam memahami teks-teks keagamaan, baik Al-Qur'an maupun hadis-hadis Nabi SAW.

SUMBER BACAAN
  1. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, hal. 75-82, 137-142, 362-369.
  2. Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat Fi Ushul al-Syari'ah, I, hal 36-7.
  3. N. J. Coulson, Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, hal. Viii.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar