بسم الله الرحمن الرحيم
METODOLOGI TAKHRIJ
A.PENDAHULUAN
Dalam agama Islam, Hadis merupakan rujukan kedua setelah Al-Qur’an. Tidak seperti Al-Qur’an yang pembukuannya dimulai sejak tanzil atau diturunkan, hadis Nabi pada mulanya di larang untuk ditulis karena ditakutkan akan terjadi percampuran antara Al-Qur’an dan Al-Hadis. Akan tetapi setelah itu diperbolehkan untuk ditulis.meskipun Hadis nabi tidak dibukukan secara resmi seperti halnya Al-Qur’an. Sejalan berjalannya waktu dan banyaknya futuhat maka orang berbondong-bondong masuk Islam. Akan tetapi tidak semua dari mereka ini murni karena ingin masuk Islam tetapi ada beberapa alasan yang mendorong mereka untuk memeluk Islam, contohnya karena keadaan yang memaksa atau karena ingin merusak Islam dari dalam.
Karena kondisi hadis yang belum dibukukan secara resmi dan kedudukan hadis yang begitu tinggi dalam pandangan Islam maka ini merupakan kesempatan bagi orang-orang yang tidak suka dengan Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Maka dibuatlah hadis-hadis maudhu’ yang dinisbatkan kepada Nabi.
Hal inilah yang mendorong para Ulama Hadis waktu itu untuk membuat kaidah-kaidah pemeriksaan hadis yang tujuannya adalah untuk mengidentifikasi otentisitas, validitas dan reliabilitas hadis-hadis Nabi[1]. Maka kemudian dikenallah ilmu Takhrijul Hadis yang merupakan cabang dari Ilmu Hadis secara umum.
Sedangkan Mahmud al-Tahan mengemukakan teori latar belakang kemunculan ilmu takhrij bahwa pada mulanya ilmu takhrij al-hadits tidak dibutuhkan oleh ulama dan peneliti hadits karena pengetahuan mereka tentang hadits sangat luas dan mantap. Lagi pula, hubungan para ulama dengan sumber hadits aslinya pada waktu itu sangat dekat dan melekat, sehingga ketika mereka hendak menjelaskan validitas suatu hadis, mereka cukup menjelaskan tempat atau sumbernya dalam berbagai kitab hadis. Mereka mengetahui cara-cara kitab sumber hadis itu ditulis, sehingga dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki mereka tidak mengalami kesulitan untuk menggunakan dan mencari sumber dalam rangka mengemukakan suatu hadis.
Beberapa abad kemudian, para ulama hadis merasa kesulitan untuk mengetahui hadis dari sumber aslinya, terutama setelah berkembang karya-karya besar di bidang Syari'ah yang banyak menggunakan hadis sebagai dasar ketetapan hukum, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain seperti Tafsir, Sejarah, dan lainnya. Keadaan ini menjadi latar belakang timbulnya keinginan para ulama untuk melakukan takhrij. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan menjelaskan atau menunjukkan hadis kepada sumber aslinya, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai dengan kedudukannya[2].
B.PENGERTIAN
Pengertian takhrij dapat dilihat dari bahasa dan istilahnya.
Secara bahasa takhrij berasal dari kata خرج yang berarti keluar atau lawan kata dari masuk [3] . dan خرج juga bisa berarti tampak dan timbul, الاستخراج berarti mengeluarkan dari sumbernya [4]
Secara istilah terbagi dalam dua pengertian. Pengertian takhrij pada mutaqodimin dan pengertian pada mutaakhirin. Sedangkan pembatas antara mutaqodimin dan mutaakhirin dalam kaitan ilmu ini adalah tahun 300 H.
Pengertian takhrij pada mutaqodimin :
ذكر المؤلف الحديث باسناده فى كتابه[5]
Penulisan atau pemaparan penulis hadis dalam kitabnya yang disertai dengan sanadnya.
Sedang makna takhrij pada ulama mutaakhirin:
عزو الحديث بعد التفتيش عن حاله الى مخرجيه من المصادر المعتبرة عند أئمة الحديث باسانيد مستقلة بمؤلفيها
أو : عزو الحديث الى مصدره الاصلى مع الحكم عليها [6]
Menisbatkan atau menunjukkan sebuah hadis setelah diperiksa dan diteliti tentang keadaan hadis kepada yang mengeluarkan hadis dan disandarkan kepada kitab kitab hadis yang mu’tabar atau di perhitungkan oleh ulama hadis yang disertai dengan sanadnya
Dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa takhrij adalah: Menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya.
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari takhrij : untuk mengetahui sumber hadis dan keadaanya saat membawa hadis agar bisa menentukan sebuah hadis bisa diterima atau tidak
Faidah atau manfaat dari takhrij :
- Yang berhubungan dengan matan[7] hadis:
- Untuk menerangkan kata-kata gharib atau yang susah dipahami dan jarang dipakai.
- Untuk mengetahui ziyadah atau tambahan tambahan dalam suatu riwayat.
- Untuk mengetahui kekurangan dalam suatu riwayat.
- Untuk mengetahui sebuah hadis diriwayatkan secara lafadz atau secara makna.
- Yang berhubungan dengan sanad[8] :
- Untuk mengetahui sumber hadis.
- Untuk mengumpulkan sebanyak mungkin sanad sebuah hadis.
- Untuk mengetahui keadaan isnaad.
- Untuk mengetahui derajat sebuah hadis berdasarkan banyaknya riwayat.
- Untuk mengangkat derajat sebuah hadis dengan banyaknya riwayat.
- Untuk membedakan muhmil[9] dalam sebuah riwayat.
- Untuk menentukan mubham[10] dalam sebuah riwayat
- Untuk menghilangkan implikasi mu’an’an[11] yang rawi atau sanadnya mudalas[12]
- Untuk mengetahui proses menerima dan menyampaikan setiap rowi dari gurunya
- Untuk menghilangkan keraguan apakah riwayat itu sudah tercampur dengan riwayat yang lain atau belum
- Untuk menetukan nama rowi yang belum ditentukan namanya
- Yang bersangkutan dengan isnad dan matan sekaligus:
- Untuk menghilangkan hukum shadz[13] dalam sebuah riwayat
- Menerangkan mudaraj[14] dalam sebuah riwayat
- Untuk menerangkan maqlub[15]
- Untuk mengetahui cacat dalam sebuah riwayat baik itu pada matan atau sanad
- Untuk mengetahui pendapat ulama hadis dalam menghukumi riwayat tersebut apakah bisa diterima atau tidak
- Untuk mengetahui kesalahan atau keragu-raguan seorang rowi
- Untuk mengetahui sumber hadis dan mengetahui mubham[16] dalam sanad atau matan
- Menerangkan waktu dan tempat kejadian
- Menerangkan nama tokoh dalam sebuah hadis
- Untuk mengetahui kesalahan dalam penulisan hadis
D. METODE METODE TAKHRIJ HADIS
Ada banyak metode yang bisa di gunakan untuk mentakhrij sebuah hadis, akan tetapi ada satu cara yang merupakan asal dari semua metode yang ada sekarang ini yaitu metode istiqro’ wa tatabu’ yaitu dengan penelitian atau penelusuran yang mendalam dalam mencari sebuah hadis yang hendak di takhrij dengan menyelami semua kitab kitab hadis yang ada, yang bisa di jadikan sebagai rujukan hadis[17]. Metode ini membutuhkan waktu yang lama, kesabaran dan konsentrasi yang tinggi serta ketelitian dalam memeriksa semua rujukan yang ada kata per kata halaman per halaman lembar per lembar, dan untuk mentakhrij sebuah hadis bisa membutuhkan waktu berhari hari. Metode ini mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki metode yang lain karena metode ini menghasilkan takhrij yang tepat sasaran dan mendalam karena bisa mencakup semua hadis yang ada. Dan metode ini juga bisa mengajarkan kepada kita perasaan yang kuat dalam menyelami hadis hadis Nabi.
Akan tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu: banyaknya waktu yang diperlukan untuk mentakhrij satu buah hadis, dan kadang tidak tepat sasaran
Metode diatas adalah metode pertama yang ada dalam ilmu ini. Setelah metode ini, dikembangkan metode-metode lain untuk membantu menghilangkan kekurangan yang ada pada metode istiqro’ tersebut, di antaranya adalah:
- Metode takhrij dengan cara menyusun hadis dalam kitab atau bab-bab fikih atau menyusun hadis sesuai dengan tema fikih atau yang sering disebut fiqh al-hadis.
Metode ini sudah ada sejak Jaman Shahabat yaitu ketika para sahabat nabi mengumpulkan hadis-hadis yang yang berisikan satu tema kemudian menjadikannya dalam sebuah kitab tersendiri. Contoh: kitab yang ditulis oleh Zaid bin Stabit RA yang berjudul Kitabu al-Faroidz.Metode ini berkembang pesat pada abad ke 2 H di saat berkembangnya ilmu fikih bersamaan dengan perkembangan pembukuan kitab.
Untuk menggunakan metode ini perlu menentukan tema apa yang termuat dalam sebuah hadis kemudian mengambil kesimpulan dari tema itu untuk ditentukan dalam bab fikih, bila dalam sebuah hadis termuat beberapa tema fikih maka dalam mentakhrij harus membuka semua tema tersebut, misalnya hadis بني الاسلام على خمس ... الحديث
Untuk mentakhrij hadis ini kita harus membuka semua tema fikih yang ada dalam hadis ini, kita harus membuka pada kitab iman, shalat, puasa, zakat dan haji untuk bisa menghasilkan takhrij yang mendalam.
Keistimewaan dari metode ini:
- Mengajarkan kepada peneliti untuk bisa menentukan bahasan fikih dalam sebuah hadis.
- Bisa dengan mudah dan cepat dalam mencari hadis apabila bertepatan antara peneliti dan penulis kitab dalam menetukan tema fikih sebuah hadis.
- Dengan metode ini peneliti bisa mencari hadis tanpa harus menghafal lafadznya atau menghafal bunyi awal sebuah hadis atau mengetahui rowi pertama sebuah hadis, yang di perlukan hanya mengetahui tema fikih dalam hadis.
Kekurangan dari metode ini:
- Takhrij yang di dapatkan bersifat ringkas atau umum tanpa disebutkan juz, halaman dan no hadis.
- Tidak bisa digunakan kecuali pada kitab yang sudah disusun sesuai dengan tema fikih.
- Dimungkinkan bersebarangan antara peneliti dan penulis kitab dalam menentukan tema pada sebuah hadis.
Banyak penulis yang menggunakan metode ini dalam kitabnya, di antaranya Kanzun al’amal yang ditulis Al Muttaqi Al hindy, kemudian Attarghib wa Tarhib yang di tulis Al Hafidz Mundziry, kemudian Addarul Mantsur fi Tafsir Bil ma’stur yang ditulis Assuyuthi.
- Metode takhrij dengan mengelompokkan hadis yang disandarkan kepada rowi al-a’la atau rowi paling atas.
Metode ini berkembang sejak Jaman tabi’in akan tetapi mencapai puncaknya pada Jaman ulama muhadisin.Metode ini disandarkan pada rowi teratas sebuah riwayat, baik rowi itu shahabat apabila hadisnya mutasil ataupun tabi’in apabila hadisnya mursal. Para penulis yang menggunakan metode ini menuliskan hadis dengan membagi hadis berdasar nama sahabat atau tabi’in. Di setiap bab dalam kitabnya disebutkan nama seorang sahabat atau tabi’in kemudian disebutkan hadis hadis yang di riwayatkan oleh sahabat atau tabi’in tersebut.
Untuk menggunakan metode ini kita harus mengetahui rowi pertama sebuah hadis, apabila tidak mengetahui nama rowi pertama maka kita tidak bisa memakai metode ini.
Kelebihan dari metode ini:
- Mudah untuk sampai kepada yang diinginkan, dan dapat mengetahui tempat hadisnya secara detail.
- Dengan metode ini bisa membandingkan antar isnad dan bisa mengetahui mana yang mutasil atau mursal.
- Bisa menghukumi sebuah hadis itu bersifat mutawatir, masyhur atau ghorib
Kekurangannya:
- Tidak bisa dipakai kecuali mengetahui rowi pertama sebuah riwayat.
- Sebuah kesulitan tersendiri untuk mencari sebuah hadis yang di kelompokkan berdasarkan sahabat, apalagi kalau sabat itu meriwayatkan ribuan hadis. Akan tetapi bisa dicari solusi untuk masalah ini dengan menertibkan hadis berdasarkan abjad huruf.
Contoh dari kitab yang menggunakan metode ini dalam mentakhrij: Tuhfatul al- Asrof bima’rifatil a-Aatrof yang di tulis Al Hafidz Jamaluddin ibn Abdurrohaman Al Muzy, kemudian kitab Atrof al-Kutub al-Sittah yang ditulis Muhammad ibn Tohir Al maqdisi dan sebagainya.
- Metode takhrij dengan mengurutkan hadis berdasar huruf al-mu’jam.
Metode ini pertama kali digunakan oleh Al Hafidz Abu al Fadhl Muhammad ibn Tohir Al Maqdisy ketika beliau mengurutkan isi kitab Atrof al-Ghoroib wa al-Afrad yang ditulis Darul Quthni dengan urutan alpabet. Beliau terinspirasi oleh karangan-karangan sebelumnya seperti kitab ma’ajim atau kamus seperti kitab Jamharah dan juga kitab tarojim seperti kitab al-Tarih al-Kabir yang ditulis Imam Bukhori.
Metode ini mengurutkan hadis berdasarkan abjad sebuah bunyi hadis, oleh karenanya untuk memakai metode ini harus mengetahui huruf pertama dari bunyi sebuah hadis.
Kelebihan metode ini:
- Cepat sampai kepada apa yang dicari
- Bisa mendapatkan derajat sebuah hadis seperti yang tertulis pada kitab al-Jami’ al-Kabir.
Kekurangannya:
- Seorang peneliti harus tahu benar kaedah penulisan bahasa arab dan juga tahu urutan huruf setiap kata.
- Hadis yang mau di takhrij harus berupa hadis qouliyah.
- Harus hafal betul bunyi awal sebuah hadis.
- Hanya disebutkan secara umum dan ringkas tanpa disebutkan nama kitab, bab, halaman atau nomer hadisnya.
- Kadang sebuah hadis ditulis hanya maknanya tanpa nash nya dan kadang juga tanpa disebutkan sanadnya,
Contoh kitab yang menggunakan metode ini: Jam’u al-Jawaami’ yang di tulis Assuyuthi, kemudian kitab Al-Jami’u al-Azhar min Hadis Al-Nabiyul Al-Anwar yang di tulis Hafidz Abdul Rauf ibn Tajudin Ali ibn AlHadady.
- Metode takhrij menggunakan topik sebuah hadis
Metode ini dikembangkan dengan mengikuti metode kamus bahasa yang mengurutkan kata perkata sesuai dengan alpabet dan metode ini juga dipengaruhi oleh banyaknya buku yang ditulis pada abad ke 4 hijriah yang mengangkat suatu tema tertentu dengan mengumpulkan hadis-hadis yang mempunyai kesamaan dalam makna umum.
Metode ini pertama kali diperkenalkan adalah seorang guru besar di Universitas Leiden Belanda yang bernama A.J. Wensinck. Wensinck adalah seorang orientalis dari Belanda yang menulis sebuah kitab yang berjudul Miftah Kunuz al-Sunah dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Muhammad Abdul Baqi.
Cara menggunakan metode ini adalah dengan memilih sebuah kata secara lengkap yang sesuai dengan tema hadis setelah menghilangkan huruf munfasil dan fi’il naqis kemudian mencarinya dengan urutan abjad. Kata ini bisa berupa kata yang berhubungan dengan fikih seperti الصلاة atau الزكاة atau bisa juga kata yang menunjukkan sebuah benda atau tempat atau kata kata yang lainya.
Kelebihan dari metode ini:
- Memberikan kemudahan bagi peneliti untuk bisa mengumpulkan sebanyak mungkin hadis yang akan ditakhrij berdasarkan suatu tema dengan syarat kesamaan dengan penulis kitab dalam mengambil kesimpulan sebuah tema hadis.
- Dapat mentakhrij hadis dengan detail karena banyaknya referensi yang dipakai dalam kitab ini.
- Bisa menghemat waktu dan usaha.
Kekurangannya:
- Adanya kemungkinan untuk berbeda dalam mengambil kesimpulan tema sebuah hadis
- Penulisan kata dalam kitab ini tidak menghilangkan huruf zaidah yang ini akan menyulitkan peneliti dalam mencari sebuah hadis.
Contoh kitab takhrij yang menggunakan metode ini : Miftah Kunuz al-Sunah yang di tulis oleh Finsnk yang lahir pada tahun 1299 M. dia adalah seorang guru besar pada Universitas Leiden di Belanda dan mengampu bahasa Syamiyah pada universitas tersebut.
- Metode takhrij menggunakan lafadz hadis, atau sering disebut metode al-Mu’jam al-Mufahros
Hampir sama dengan metode di atas metode ini mengurutkan kata sesuai dengan urutan abjad, yang membedakan dengan metode sebelumnya adalah metode ini sudah menghilangkan huruf tambahan dalam sebuah kata dan mengembalikan susunan huruf seperti kata asli sebuah kata, dan yang di tampilkan dalam kitab ini hanya ism dan fi’il sedang alharf tidak di masukkan.
Untuk menggunakan metode ini seorang peneliti harus mengetahui susunan kata dalam bahasa arab dan bisa membedakan antara huruf asli dan huruf tambahan dan juga mengetahui ism mabni atau ism jamid dan seterusnya. Dan sebaiknya memilih kata yang gharib atau jarang di pakai, dan tidak cukup dengan hanya mengambil satu kata tetapi juga harus dilihat beberapa kata yang lain.
Kelebihan dari metode ini:
- Dapat dengan mudah dan cepat mencapai tujuan.
- Disebutkan secara detail nama kitab,bab,halaman dan no hadis yang akan ditakhrij.
- Dengan hanya mengetahui satu buah kata yang ada dalam sebuah hadis bisa untuk mentakhrij
- Kitab ini mencakup Kutubu al-Tis’ah.
- Mencakup semua rowi pertama tanpa membedakan sahabat nabi
Kekurangannya :
- Apabila peneliti tidak mengetahui kaedah penulisan bahasa Arab dan tidak menguasai Nahwu Sorof maka akan kesulitan untuk menggunakan metode ini.
- Satu buah kata belum tentu cukup untuk mentakhrij sebuah hadis.
- Kitab ini hanya mencakup Kutbu al-Tis’ah sedang kitab hadis lebih dari itu.
- Terjadi kemungkinan adanya hadis-hadis yang sama lafadznya akan tetapi mempunyai makna yang berbeda.
- Memotong-motong hadis kemudian disebar di beberapa tempat.
- Karena kemudahannya akan menutup kreatifitas untuk menggunakan metode yang lain.
- Terbatasnya referensi yang memakai metode ini, yaitu hanya al-Mu’jam al-Mufahros li al-Fadzi al-Hadis al-Nabawy.
- Metode takhrij dengan menggunakan macam atau sifat sebuah hadis.
Metode ini mengelompokkan hadis nabi dilihat dari macam atau sifat yang terlihat dari sebuah hadis, kemudian dikumpulkan menjadi sebuah kitab. Contoh: kitab takhrij yang mengumpulkan hadis hadis qudsi atau hadis maudhu’ dan sebagainya.
Yang dibutuhkan untuk menggunakan metode ini adalah dengan melihat sifat dasar dari sebuah hadis, misalnya ada sebuah hadis Qudsi maka bisa dilihat pada kitab hadis Qudsi, dan seterusnya.
Kelebihan dari metode ini:
- Menghemat waktu dan tenaga untuk mentakhrij sebuah hadis.
- Yang diperlukan hanya mengetahui macam hadis yang mau di takhrij.
Kekurangan metode ini:
- Hanya bisa dipakai kalau mengetahui sifat atau macam hadis tertentu
- Terbatas hanya kepada hadis hadis tertentu yang mempunyai macam atau sifat yang sama
Contoh kitab yang memakai metode ini : kitab al-Marasil yang di tulis Imam Abu Daud, kitab al-Ahadis al-Qudsiyah yang di tulis Imam Muhyidin Abu bakar yahya ibnu sarf Annawawy, kitab Tanzih al-Sari’ah al-Marfu’ah ‘anil al-Akhbar al-Sani’ah al-Maudhu’ah yang di tulis Ibnu ‘Iraqy dan sebagainya.
- Metode takhrij dengan menggunakan fihris
Metode ini termasuk penemuan baru dalam ilmu hadis, untuk menggunakan metode ini seorang peneliti harus mengetahui kata awal sebuah hadis karena kitab ini mengurutkan hadis dengan urutan abjad, kemudian mencari hadis yang hendak di takhrij, dalam kitab ini di sebutkan penggalan sebuah hadis yang menunjukkan kepada keseluruhan isi hadis tersebut. Dan di sebagian hadis yang tertulis dalam kitab ini di sertai dengan rowi pertama hadis tersebut. Beberapa ulama memasukkan metode ini dalam metode atrof atau metode yang disandarkan kepada rowi pertama sebuah hadis. Akan tetapi sesungguhnya metode ini berdiri sendiri karena metode ini menggabungkan dua metode, yaitu metode atrof dan metode mu’jam mufahros. Bagi seorang peneliti yang hendak mentakhrij hadis dengan menggunakan metode ini maka perlu mengumpulkan sebanyak mungkin fihris atau daftar isi yang ada di belakang kitab hadis.
Kelebihan dari metode ini:
- Bisa dengan cepat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
- Bisa mendapatkan rawi teratas kecuali yang ada dalam kitab mausuah al-Atrof al-Hadis
Kekurangannya:
- Harus hafal awal sebuah hadis
- Kemungkinan ada perbedaan fihris sebuah kitab hadis karena berbeda cetakan
Contoh kitab yang menggunakan metode ini adalah: kitab Mausu’ah atrof al-Hadis al-Nabawy al-Sarif yang di tulis oleh Abu hajir Muhammad sa’id ibn Basyuni Zaghlul.
- Metode takhrij hadis menggunakan teknologi komputer
Metode ini memanfaatkan perkembangan teknologi mutakhir saat ini dengan membuat software-software tertentu yang dilengkapi dengan mesin pencari, dan menggabungkan metode metode di atas dalam sebuah aplikasi.
Yang diperlukan untuk menggunakan metode ini adalah paham dengan urutan abjad penulisan kata bahasa arab dan juga bisa menggunakan komputer dengan baik.
Contoh aplikasi yang menggunakan metode ini Mausyu’ah al-Hadis al-Nabwy , Alfiyah al-Hadis al-Nabawy, Maktabah al-Syamilah dan sebagainya.
Kelebihan metode ini:
- Bisa dengan mudah untuk di pakai.
- Kemampuan menggunakan komputer bisa untuk melakukan takhrij.
Kekurangannya :
- Karena kemudahannya akan membunuh kreatifitas untuk melakukan riset dengan metode yang lain.
- Hasil yang d dapatkan berbetuk instant sehingga mengurangi kepuasan dalam berusaha.
- Harus mengetahui urutan abjad dalam tata bahasa Arab.
E. PENUTUP
Demikian pembahasan metodologi takhrij secara umum, dan yang perlu diingat bahwa kitab-kitab takhrij yang ada tidak mencakup semua hadis Nabi. Dan kita dalam melakukan penelitian tidak cukup dengan satu metode yang sudah ditawarkan, karena setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya., dan sifatnya masih sangat terbatas Sedang kitab sumber hadis jumlahnya sangat banyak sekali. Tidak ada satu metode yang bisa mencakup keseluruhan sumber hadis asli secara menyeluruh dan detail kecuali metode istiqro’ wa tatabu’.
Takhrij hadits pada dasarnya hanyalah langkah awal dari penelitian hadits. Di antara langkah-langkah penting berikutnya yang harus dilakukan dalam kerangka penelitian hadis adalah kritik matan (naqd al-matn) dan kritik sanad[18]
DAFTAR PUSTAKA
Abdurohim, Ahmad Ali, Taudhih ‘Ulum al-Hadis, Zaqaziq; Toba’ah Kuliyah Ushuludin wa al-Dakwah
Athoillah, M.Anton Latar Belakang Ilmu Takhrij http://www.knowledge-leader.net/?p=225&cpage=1
Al-Thahhan, Mahmud Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânîd terj: Enizar Yazar http://enizar-stain.blogspot.com/2009/05/cara-takhrij-hadis.html
Jama’ah , Ibnu al-Manhal al-Rawaya, Cairo ; Maktabah ibnu Taimiyah cetakan kedua 2008 M.
Majma’ al-Lughoh al-Arabiyah al-Mu’jam al-Wasith, Cairo ; Daar al-Ma’arif cetakan pertama 1972 M.
Mandhur, Ibnu Lisanul al-Arab, Beirut ; Daar Ihya’u al-Turats al-‘Arabi
Salim, Muhammad Musthafa Muhammad al-Kholasoh fi Ilm al-Takhrij, Zaqaziq; Toba’ah Kuliyah Ushuludin wa al-Dakwah
Yazar, Enizar Cara Takhrij Hadis http://enizar-stain.blogspot.com/2009/05/cara-takhrij-hadis.html
[1] M.Anton Athoillah Latar Belakang Ilmu Takhrij http://www.knowledge-leader.net/?p=225&cpage=1
[2] Mahmud al-Thahhan Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânîd terj: Enizar Yazar http://enizar-stain.blogspot.com/2009/05/cara-takhrij-hadis.html
[3] Ibnu Mandhur Lisanul al-Arab 4/52
[4] Majma’ al-Lughoh al-Arabiyah al-Mu’jam al-Wasith 1/224
[5] Muhammad Musthafa Muhammad Salim al-Kholasoh fi Ilm al-Takhrij , hlm.6
[6] Ibid, hlm.6
[7] Matan: Lafadz dari hadis ( Ahmad Ali Abdurohim, Taudhih ‘Ulum al-Hadis, hlm.15.)
[8] Sanad : Berita atau kabar pembawa matan hadis (Ibnu Jama’ah al-Manhal al-Rawaya, hlm.29-30.)
[9] Mahmal: seorang rowi meriwayatkan dari dua orang yang mempunyai nama yang sama tanpa membedakan di antara keduanya (Ahmad Ali Abdurohim, Taudhih ‘Ulum al-Hadis, hlm.286.)
[10] Mubham: nama yang tidak di sebutkan dalam sebuah riwayat baik itu dalam matan atau isnad (Ibid, hlm.287)
[11] Mu’an’an: yang di sebutkan dalam riwayatnya fulan dari fulan tanpa diterangkan apakah dia mendengar atau diberi tahu (Ibid, hlm.170.)
[12] Mudallas: periwayatan seorang rowi dari seseorang seolah olah dia mendengarnya padahal dia tidak mendengarnya atau meriwayatkan dari seseorang yang hidup pada satu jaman seolah oleh dia sudah pernah ketemu padahal belum (Ibid, hlm.163.)
[13] Shadz : menyelisihi orang yang lebih stiqoh (ibid, hlm.185.)
[14] Mudaraj: mencakup penambahan baik itu pada matan atau sanad yang sesungguhnya itu bukan dari bagian riwayat itu sehingga mengakibatkan orang yang tidak mengetahuinya mengira kalau itu termasuk bagian dari riwayat (Ibid, hlm.194)
[15] Maqlub: hadis yang terbalik penempatanya baik itu di sanad atau matan karena kesengajaan pelakunya atau karena tidak sengaja (Ibid, hlm.199.)
[16] Mubham ( lih, no.9.).
[17] Muhammad Musthafa Muhammad Salim, al-Khalashah fi ‘Ilm al-Takhrij, hlm.59.
[18] Enizar yazar Cara Takhrij Hadis http://enizar-stain.blogspot.com/2009/05/cara-takhrij-hadis.html
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
0 komentar:
Posting Komentar